Sejarah Valentine’s Day
Valentine memang selalu membuat heboh remaja, bahkan remaja yang nota-bene adalah seorang Muslim. Seolah-olah pada hari itu, semua remaja merasa ‘WAJIB’ untuk merayakannya dan seperti merasa ‘BERDOSA’ jika tidak merayakannya atau ketinggalan terhadap perayaan tersebut. Hari Valentine yang kemudian di-eufemismekan (diperhalus secara licik) dengan nama Hari Kasih Sayang ini kemudian merambah hingga ke negeri ini yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Padahal, sejatinya hari itu adalah hari obral syahwat diluar batas kewajaran dan tidak jauh beda dengan perilaku setan laknatullah dan pengikutnya.
Valentine memang selalu membuat heboh remaja, bahkan remaja yang nota-bene adalah seorang Muslim. Seolah-olah pada hari itu, semua remaja merasa ‘WAJIB’ untuk merayakannya dan seperti merasa ‘BERDOSA’ jika tidak merayakannya atau ketinggalan terhadap perayaan tersebut. Hari Valentine yang kemudian di-eufemismekan (diperhalus secara licik) dengan nama Hari Kasih Sayang ini kemudian merambah hingga ke negeri ini yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Padahal, sejatinya hari itu adalah hari obral syahwat diluar batas kewajaran dan tidak jauh beda dengan perilaku setan laknatullah dan pengikutnya.
Hari Valentine sendiri sesungguhnya berasal dari perayaan Lupercalia yang terjadi pada masa Romawi Kuno yang menganut agama paganisme kuno (penyembah matahari dan segala dewa). Perayaan ini dilakukan pada setiap tanggal 13 hingga 18 Pebruari. Pada malam menjelang tanggal 14 Pebruari, para pemuda dan pemudi Roma merayakan hari itu dengan pesta perzinaaan secara massal. Inilah awal hari Valentine yang sebenarnya bukanlah hari kasih sayang, tapi adalah hari perzinaan yang kebablasan.
Lupercalia merupakan upacara keagamaan (ritual) yang dilakukan oleh orang-orang Romawi kuno yang dilaksanakan setiap tahun untuk menyembah dewa Lupercus, sebagai dewa kesuburan, dewa padang rumput dan pelindung ternak. Sebagai suatu upacara ritual kesuburan, Lupercalia juga dihubungkan dengan penghormatan dan penyembahan kepada dewa Faunus sebagai dewa alam dan pemberi waktu. Upacara atau festival tersebut dipimpin dan diawasi oleh suatu badan keagamaan yang disebut Luperci dan para pendetanya disebut Luperci. Setiap upacara Lupercalia dimulai dengan mengorbankan beberapa ekor kambing dan seekor anjing yang dipimpin oleh para Luperci. Upacara tersebut dilakukan di dalam sebuah goa bernama Lupercal, berada di bukit Palatine yang merupakan salah satu bukit di kota Roma. Setelah itu dua orang Luperci (dalam sumber lain dua orang pemuda) dibawa ke sebuah altar, kemudian sebuah pisau yang berlumuran darah disentuhkan pada kening mereka dan darah itu diseka dengan kain wool yang telah dicelupkan ke dalam susu. Setelah itu kedua orang tersebut diharuskan tertawa sekuat-kuatnya.
Kemudian para Luperci memotong kulit kambing yang dikorbankan dan dijadikan cambuk. Kemudian mereka berlari dalam dua gerombolan mengelilingi bukit Palatine dan tembok-tembok kuno di Palatine, mencambuki setiap wanita baik yang mengikuti upacara maupun yang mereka temui dijalanan. Para wanita menerima cambukan itu dengan senang hati karena menurut mereka cambukan itu dapat menyebabkan atau mengembalikan kesuburannya. Upacara Lupercalia ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kaisar Constantine Agung (280-337M).
Kaisar Romawi ini adalah kaisar pertama pemeluk agama Nasrani. Lewat masuknya agama Nasrani itu dan berbagai jalan yang ditempuhnya, dia memegang peranan penting dalam hal merubah agama yang dikejar-kejar dan diancam sebelumnya menjadi agama yang dominan (bersifat nasional). Pengaruh agama Nasrani semakin meluas di kerajaan Romawi dan Dewan Gereja memegang peranan penting di bidang politik. Pada tahun 494M, Dewan Gereja dibawah pimpinan Paus Gelassius I merubah bentuk upacara Lupercalia menjadi perayaan purifikasi (pembersihan diri/ pemurnian). Dan pada tahun 496 M, Paus Gelassius I mengubah tanggal perayaan purifikasi yang berasal dari upacara ritual Lupercalia diubah menjadi hari Valentine dari tanggal 15 Pebruari menjadi tanggal 14 Pebruari. Siapa Valentine sesungguhnya?
Santo Valentine yang disebutkan itu adalah seorang utusan dari Rhaetia dan dimuliakan di Passau sebagai uskup yang pertama. Valentine’s day dirayakan untuk menghormati dan mengkultuskan St. Valentine yang dianggap martir yang mati dibunuh pada tanggal 14 Pebruari 269 M oleh Claudius II Ghoticus, Raja Romawi pada saat itu (sumber lain menyebutkan 270 M) dan juga dianggap sebagai seorang utusan dan uskup yang dimuliakan. Tokoh legendaris Nasrani ini adalah seorang figur yang kesehariannya hidup sebagai pendeta. Kesalahannya adalah karena ia menentang secara tegas kebijakan Kaisar Claudius II Ghoticus yang melarang perkawinan usia muda. Kaisar saat itu berpendapat bahwa pernikahan usia muda hanya membuat para pemuda tidak dapat berprestasi baik dalam memperkuat barisan keamanan negaranya di medan perang.
Valentine tetap menikahkan pasangan muda secara sembunyi-sembunyi. Tetapi akhirnya diketahui oleh Kaisar hingga diapun dibunuh dengan hukuman pancung. Tetapi, Paus Santo Julius justru menobatkannya sebagai martir (pahlawan) dan membuat bangunan dikuburnya sebagai tempat perlindungan bagi pasangan muda yang dilanda asmara. Penghormatan pertama kali terhadap Valentine terjadi pada tahun 496M ketika Paus Gelassius (Galesium) membuat perayaan untuk mengenangnya dengan diilhami oleh kebudayaan Romawi Kuno yang menganut pagan, yakni perayaan dan pemujaan kepada Lupercalius dan Faunus menjadi perayaan Valentine’s Day, dan menetapkan tanggal 14 Pebruari sebagai hari perayaan tersebut.
Nah sahabatku…apakah kalian tahu arti martir? Martir adalah orang yang dianggap mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan (agama). Dan kita sangat tahu agama apa yang dipertahankan oleh Valentine. Wallahul musta’an. Bagaimana kita bisa turut serta pada hari yang ditetapkan untuk menghormati orang yang mempertahankan agama yang bukan Islam? (ini bukan berarti kita dibolehkan untuk menetapkan hari khusus untuk kematian orang-orang yang mempertahankan agama Islam).
Dan bila dikaitkan dengan upacara Lupercalia, maka ini juga sangat jauh dari syari’at Islam, bahkan penuh dengan kesyirikan yang merusak tauhid. Lihatlah bagaimana upacara tersebut dilaksanakan untuk menyembah dewa-dewa. Padahal tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT. Belum lagi keyakinan batil tentang pengaruh cambukan yang dapat menyebabkan atau mengembalikan kesuburan. Padahal tidak ada yang kuasa untuk memberi kesuburan pada seseorang sebagaimana dalam firman-Nya:
“Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. asy-Syuura: 50).
Apakah kita akan turut serta pada acara yang ditetapkan oleh Nasrani untuk mengkultuskan sang uskup yang mati sebagai martir? Padahal kita tahu orang Nasrani tidak akan senang sampai kita mau mengikuti agama mereka. Maka senanglah mereka ketika kita turut berbaur dalam hari mereka. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut”. (HR. Abu Dawud). Atau apakah kita hendak mendukung pula upacara Lupercalia yang penuh muatan syirik dan kemaksiatan? Na’udzubillahi min dzalik.
Cukupkanlah diri kita dengan apa yang telah diturunkan Allah (al-Qur’an) dan yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya (as-Sunnah). Karena kasih sayang di antara sesama muslim jauh lebih indah dan mulia, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan orang mukmin di dalam saling mencintai adalah bagaikan satu jasad, jika salah satu anggota menderita sakit maka seluruh jasad merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas”. (HR. Bukhari - Muslim).
Merayakan Valentine’s Day, Berarti Ikut Menuhankan Yesus
Momentum ini sangat disukai anak-anak remaja di seluruh dunia, dan akan kita jumpai seperti mall-mall atau supermarket memasang interior yang dipenuhi dengan pernak-pernik yang didominasi dengan dua warna yaitu pink dan biru muda. Sayangnya, tidak semua remaja memahami dengan baik esensi Valentine’s Day. Mereka menganggap perayaan ini sama saja dengan perayaan lain. Padahal sama sekali berbeda, karena ada makna religiusnya, hukumnya bisa musyrik karena merayakannya juga bisa ikut mengakui Yesus sebagai Tuhan.
Selain itu, tradisi mengirim kartu Valentine dengan ucapan “Be My Valentine” yang kemudian menjadi “To be My Valentine”, maka kita secara terang-terangan telah melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Allah SWT, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala.
Valentine sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (jadilah valentineku)”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Akan tetapi para remaja sekarang seolah-olah ingin menutup telinga mereka karena sebenarnya mereka sudah mengetahui bahwa Valentine adalah hari raya umat Kristen, namun hal ini tidak terlalu dipusingkan. Ketahuilah bahwa perayaan Valentine memuat sejumlah pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui “Yesus sebagai anak Tuhan” dan ikut mengakui kebenaran atas dogma dan ideologi Kristiani tersebut menyebabkan pelakunya menjadi musyrik, apapun alasannya.
Allah ‘Azza wa Jalla sendiri dalam QS. al-Maidah: 51 mengingatkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
6 (enam) Kerusakan Valentine’s Day
Valentine’s Day dirayakan sebagai perwujudan cinta kasih seseorang, yang sering disebut sebagai hari kasih sayang. Dari berbagai versi tentang Valentine’s Day dapat disimpulkan, sebagai berikut:
Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
Upacara Romawi Kuno tersebut akhirnya diubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelassius I. Jadi acara Valentine menjadi ritual agama Nasrani yang diubah peringatannya menjadi tanggal 14 Pebruari, bertepatan dengan matinya Santo Valentine.
Valentine’s Day juga adalah hari penghormatan kepada tokoh Nasrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta menurut versi Nasrani.
Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan Valentine disamarkan dengan dihiasi nama “Hari Kasih Sayang”.
Sungguh ironis memang umat Islam saat ini, terutama generasi mudanya yang seolah-olah menutup mata dan sebagian dari mereka menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari Valentine. Apakah mereka tidak mengetahui kerusakan yang ditimbulkan dari perayaan Iblis ini? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya melaknat orang-orang yang mengikuti tradisi dan adat serta ritual agama non-Islam?
Berikut kami paparkan 6 (enam) kerusakan Valentine’s Day ini:
Kerusakan pertama, Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir. Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam beberapa ayat dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga merupakan kesepakatan para Ulama. Rasululllah memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka”. (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103). Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (lihat Iqtidha’ ash-Shirathal Mustaqim li Mukhalafati Ashhabil Jahim, 1/185).
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Ghalil no. 1269. Jelas bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme yang diadopsi menjadi ritual agama Nasrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan kedua, Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman. Allah SWT mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama semacam Valentine.
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. (QS. al-Furqan: 72).
Ibnul Jauzi dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada delapan pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”. Pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan “zur”. Diantara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan orang zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh ar-Rabi’ bin Anas.
Jadi ayat tersebut di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidha’, 1/483). Jadi merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan ketiga, Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti. Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan sebagaimana penjelasan beberapa hadits berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Kapan terjadi hari kiamat wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab: “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya”.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “(Kalaupunbegitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain di Shahih Bukhari, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).” Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka”.
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nasrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Dan Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi di atas; “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika kalian seorang muslim, manakah yang kalian pilih, dikumpulkan bersama orang-orang shalih ataukah bersama tokoh Nasrani yang jelas-jelas kafir itu? Apakah kalian mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir? Maukah kalian seperti itu? Na’udzubillahi min dzalik.
Kerusakan Keempat, Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus dalam Kesyirikan dan Maksiat. Valentine sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (jadilah valentineku)”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kerusakan kelima, Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat untuk Berzina. Perayaan Valentine di masa sekarang ini telah mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal.
Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih, seakan-akan ada kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandengan tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzubillahi min dzalik. Padahal mendekati zina saja haram apalagi melakukannya.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. al-Isra’: 32).
Dalam tafsir Jalalain dikatakan bahwa ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘janganlah melakukannya’, artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan keenam, Meniru Perbuatan Setan. Menjelang hari Valentine berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan oleh sebagian besar remaja Muslim di Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine lalu menghabiskan dana hingga milyaran rupiah. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan adalah syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. al-Isra’: 26-27).
Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini, Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim).
Itulah beberapa kerusakan yang terjadi, sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya, seperti India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.
Khatimah
Valentine’s Day hanya sebuah sarana dari sekian banyak sarana peradaban Barat yang sesungguhnya merusak aqidah dan kemurnian ibadah umat Islam. Ada baiknya kita merenungkan pernyataan sosiolog Muslim terkenal, Ibnu Khaldun: “Yang kalah cenderung mengekor kepada yang menang dari segi pakaian, kendaraan, bentuk senjata, bahkan meniru dalam setiap cara hidup mereka, termasuk dalam hal ini adalah mengikuti adat-istiadat mereka...”.
Valentine’s Day telah memakan banyak korban, khususnya generasi muda Muslim yang umumnya memang bodoh dan tidak peduli dengan agamanya sendiri. Entah sampai kapan umat ini mampu berkata “TIDAK” atas segala millah kaum kuffar. Wallahu a’lam bish-shawwab.
0 komentar:
Posting Komentar